Butuh waktu yang cukup
lama untuk akhirnya berani untuk menuliskannya. Ketika kecewa,aku lebih sering memilih untuk diam. Aku tak pandai dalam hal
itu, bagaimana untuk mengatakannya, aku sama sekali gagap.
Kereta yang akan membawaku ke Jogja terlambat satu jam lamanya. Sedikit cemas karena kami harus cepat-cepat ada di bandara menuju Bali. Beberapa kali aku coba untuk menghubungi nya, tapi tak ada jawaban. Sampai akhirnya sosok nya samar-samar terlihat dari kejauhan, berjalan diantara padatnya penumpang yang menuju stasiun Tugu.
Sedikit terburu-buru, kami bergegas menuju shelter Trans Jogja yang berada beberapa meter dari stasiun yang untungnya kami tak perlu menunggu lama. Aku cukup lama tak bertemu dengannya, beberapa kali dia memang mengajakku traveling tapi aku terlalu sibuk dengan rencana-rencanaku sendiri. Terakhir bertemu saat kami ke Ranu Kumbolo tahun sebelum nya. Cukup lama, cukup lama untuk menyadari bahwa malam itu di Trans Jogja yang mengantarkan kami ke bandara, aku lihat ada yang berbeda. Aku bahkan buru-buru melepas kaca mata yang kupakai dan memilih untuk menbuang pandangan keluar jendela saja.
"Oh..please,don't look me like that Boi..alright..alright..it's gonna be like..Mmmm..I don't know" seruku dalam hati.
Aku diam seribu bahasa, aku hanya iyakan semua perkataannya. Ntah aku suka atau ntah lah yang mana, aku sendiri tak yakin, aku berusaha keras untuk menyangkal. Ada yang salah dan aku berusaha keras untuk tetap waras. Dua hal yang sulit untuk dilakukan, sangat sulit.
Semua berjalan lancar, diluar pesawat kami yang juga delay satu jam, semua berjalan sesuai rencana trip kami berdua. Sebenarnya ini rencana trip ku sendiri yang aku rencanakan dari beberapa bulan sebelum nya. Dia ikut secara tak sengaja. Waktu itu saat aku bilang akan solo traveling, dia bersedia ikut tanpa aku ajak. Jadilah ini traveling tandem pertama, yang pada akhirnya akan jadi yang terakhir juga.
Semua berjalan baik,dia menyenangkan. Sampai akhirnya,sebuah pesan singkat itu. Dia bilang dia calon istri nya, memintaku untuk menjauh. Aku masih ingat tanganku bergetar saat membaca pesan itu,jantungku berdetak dengan cepat hampir tak terkontrol. Aku bahkan terdiam cukup lama,mematung di depan cermin,menatap kelu bayangan diri sendiri.
Sesaat setelahnya,suaranya terdengar berat di ujung telepon. Dia bilang iya itu benar,dia bilang maaf. Aku tutup telepon, aku mematung, aku tak sanggup untuk melanjutkan pembicaraan, berhenti di kata "maaf". I am quit, it's over. Aku kehilangan dua orang,kekasih dan teman. Kau ingin tahu rasanya?lebih baik jangan.
Aku pikir semua sudah selesai,aku pikir ini semua sudah jelas sampai beberapa rentetan pesan tak kukenal itu,mengatainya macam-macam. Aku pun tak pernah tahu siapa. Aku sampai jengah,aku mengumpat karena dia juga diam. Aku pikir dia bisa lebih gentle dari ini, tapi aku salah. Menjelaskan secara langsung, berusaha menemuiku saja tidak. Aku jengah. Aku tak tahu kebenarannya.
Aku tak pernah menginginkannya untuk tetap tinggal, buat apa?dia sendiri sudah memilih untuk pergi. Saat memulai hubungan dengannya,aku sudah siap dengan kemungkinan berpisah karena perbedaan diantara kami. Tapi tidak pernah terpikirkan caranya akan seperti ini,di tengah ketidak tahuan siapa yang benar aku cuma ingin kejujuran. Itu saja,tak perlu juga dia tetap tinggal. Kejujuran dari mulut nya sendiri,bukan dari pesan-pesan yg lebih terdengar seperti omong kosong buatku.
I build a trust, I thought that he want this relationship too. But I am wrong, he won't it. Kita memang tak pernah tahu kepada siapa kita akan jatuh cinta, tapi kita bisa memilih. Memilih untuk menjalani atau tidak itu pilihan kita. Saat aku memutuskan untuk memulai dengan nya itu karena aku percaya. Yang mengecewakan bukan karena pada akhirnya kita tidak dapat balasan yang baik, bukan itu. Tapi rasa percaya yang kemudian diabaikan. Tidak ada yang lebih menyakitkan.
*******************
Kereta yang akan membawaku ke Jogja terlambat satu jam lamanya. Sedikit cemas karena kami harus cepat-cepat ada di bandara menuju Bali. Beberapa kali aku coba untuk menghubungi nya, tapi tak ada jawaban. Sampai akhirnya sosok nya samar-samar terlihat dari kejauhan, berjalan diantara padatnya penumpang yang menuju stasiun Tugu.
Sedikit terburu-buru, kami bergegas menuju shelter Trans Jogja yang berada beberapa meter dari stasiun yang untungnya kami tak perlu menunggu lama. Aku cukup lama tak bertemu dengannya, beberapa kali dia memang mengajakku traveling tapi aku terlalu sibuk dengan rencana-rencanaku sendiri. Terakhir bertemu saat kami ke Ranu Kumbolo tahun sebelum nya. Cukup lama, cukup lama untuk menyadari bahwa malam itu di Trans Jogja yang mengantarkan kami ke bandara, aku lihat ada yang berbeda. Aku bahkan buru-buru melepas kaca mata yang kupakai dan memilih untuk menbuang pandangan keluar jendela saja.
"Oh..please,don't look me like that Boi..alright..alright..it's gonna be like..Mmmm..I don't know" seruku dalam hati.
Aku diam seribu bahasa, aku hanya iyakan semua perkataannya. Ntah aku suka atau ntah lah yang mana, aku sendiri tak yakin, aku berusaha keras untuk menyangkal. Ada yang salah dan aku berusaha keras untuk tetap waras. Dua hal yang sulit untuk dilakukan, sangat sulit.
Semua berjalan lancar, diluar pesawat kami yang juga delay satu jam, semua berjalan sesuai rencana trip kami berdua. Sebenarnya ini rencana trip ku sendiri yang aku rencanakan dari beberapa bulan sebelum nya. Dia ikut secara tak sengaja. Waktu itu saat aku bilang akan solo traveling, dia bersedia ikut tanpa aku ajak. Jadilah ini traveling tandem pertama, yang pada akhirnya akan jadi yang terakhir juga.
Sampai kami kembali dari Bali, semua cerita ini berawal. Aku berpikir keras hampir seharian
kala itu sampai akhirnya aku putuskan untuk memulai hubungan dengan
nya. Kami berbeda keyakinan,itu saja yang ada di otak ku. Kupikir ini akan sedikit berat,but I decide to fight for this relationship. I know what the matter between
us,but I want to fight. That's only thing that I have. Since the day I
said yes to him,It's mean yes I want to be with him, yes I want to fight together, yes I want to be in his side. I knew what the consequence is. I knew it will be hard, but I knew I try.
Semua berjalan baik,dia menyenangkan. Sampai akhirnya,sebuah pesan singkat itu. Dia bilang dia calon istri nya, memintaku untuk menjauh. Aku masih ingat tanganku bergetar saat membaca pesan itu,jantungku berdetak dengan cepat hampir tak terkontrol. Aku bahkan terdiam cukup lama,mematung di depan cermin,menatap kelu bayangan diri sendiri.
Sesaat setelahnya,suaranya terdengar berat di ujung telepon. Dia bilang iya itu benar,dia bilang maaf. Aku tutup telepon, aku mematung, aku tak sanggup untuk melanjutkan pembicaraan, berhenti di kata "maaf". I am quit, it's over. Aku kehilangan dua orang,kekasih dan teman. Kau ingin tahu rasanya?lebih baik jangan.
Aku pikir semua sudah selesai,aku pikir ini semua sudah jelas sampai beberapa rentetan pesan tak kukenal itu,mengatainya macam-macam. Aku pun tak pernah tahu siapa. Aku sampai jengah,aku mengumpat karena dia juga diam. Aku pikir dia bisa lebih gentle dari ini, tapi aku salah. Menjelaskan secara langsung, berusaha menemuiku saja tidak. Aku jengah. Aku tak tahu kebenarannya.
Aku tak pernah menginginkannya untuk tetap tinggal, buat apa?dia sendiri sudah memilih untuk pergi. Saat memulai hubungan dengannya,aku sudah siap dengan kemungkinan berpisah karena perbedaan diantara kami. Tapi tidak pernah terpikirkan caranya akan seperti ini,di tengah ketidak tahuan siapa yang benar aku cuma ingin kejujuran. Itu saja,tak perlu juga dia tetap tinggal. Kejujuran dari mulut nya sendiri,bukan dari pesan-pesan yg lebih terdengar seperti omong kosong buatku.
I build a trust, I thought that he want this relationship too. But I am wrong, he won't it. Kita memang tak pernah tahu kepada siapa kita akan jatuh cinta, tapi kita bisa memilih. Memilih untuk menjalani atau tidak itu pilihan kita. Saat aku memutuskan untuk memulai dengan nya itu karena aku percaya. Yang mengecewakan bukan karena pada akhirnya kita tidak dapat balasan yang baik, bukan itu. Tapi rasa percaya yang kemudian diabaikan. Tidak ada yang lebih menyakitkan.
Komentar
Posting Komentar