Langsung ke konten utama

Untitled


Butuh waktu yang cukup lama untuk akhirnya berani untuk menuliskannya.  Ketika kecewa,aku lebih sering  memilih untuk diam. Aku tak pandai dalam hal itu, bagaimana untuk mengatakannya, aku sama sekali gagap. 


*******************

Kereta yang akan membawaku ke Jogja terlambat satu jam lamanya. Sedikit cemas karena kami harus cepat-cepat ada di bandara menuju Bali. Beberapa kali aku coba untuk menghubungi nya, tapi tak ada jawaban. Sampai akhirnya sosok nya samar-samar  terlihat dari kejauhan, berjalan diantara padatnya penumpang yang menuju stasiun Tugu.

Sedikit terburu-buru, kami bergegas menuju shelter Trans Jogja yang berada beberapa meter dari stasiun yang untungnya kami tak perlu menunggu lama. Aku cukup lama tak bertemu dengannya, beberapa kali dia memang mengajakku traveling tapi aku terlalu sibuk dengan rencana-rencanaku sendiri. Terakhir bertemu saat kami ke Ranu Kumbolo tahun sebelum nya. Cukup lama, cukup lama untuk menyadari bahwa malam itu di Trans Jogja yang mengantarkan kami ke bandara, aku lihat ada yang berbeda. Aku bahkan buru-buru melepas kaca mata yang kupakai dan memilih untuk menbuang pandangan keluar jendela saja.

"Oh..please,don't look me like that Boi..alright..alright..it's gonna be like..Mmmm..I don't know" seruku dalam hati. 

Aku diam seribu bahasa, aku hanya iyakan semua perkataannya. Ntah aku suka atau ntah lah yang mana, aku sendiri tak yakin, aku berusaha keras untuk menyangkal. Ada yang salah dan aku berusaha keras untuk tetap waras. Dua hal yang sulit untuk dilakukan, sangat sulit.

Semua berjalan lancar, diluar pesawat kami yang juga delay satu jam, semua berjalan sesuai rencana trip kami berdua. Sebenarnya ini rencana trip ku sendiri yang aku rencanakan dari beberapa bulan sebelum nya. Dia ikut secara tak sengaja. Waktu itu saat aku bilang akan solo traveling, dia bersedia ikut tanpa aku ajak. Jadilah ini traveling tandem pertama, yang pada akhirnya akan jadi yang terakhir juga.


Sampai kami kembali dari Bali, semua cerita ini berawal. Aku berpikir keras hampir seharian kala itu sampai akhirnya aku putuskan untuk memulai hubungan dengan nya. Kami berbeda keyakinan,itu saja yang ada di otak ku. Kupikir ini akan sedikit berat,but I decide to fight for this relationship. I know what the matter between us,but I want to fight. That's only thing that I have. Since the day I said yes to him,It's mean yes I want to be with him, yes I want to fight together, yes I want to be in his side. I knew what the consequence is. I knew it will be hard, but I knew I try.

Semua berjalan baik,dia menyenangkan. Sampai akhirnya,sebuah pesan singkat itu. Dia bilang dia calon istri nya, memintaku untuk menjauh. Aku masih ingat tanganku bergetar saat membaca pesan itu,jantungku berdetak dengan cepat hampir tak terkontrol. Aku bahkan terdiam cukup lama,mematung di depan cermin,menatap kelu bayangan diri sendiri.

Sesaat setelahnya,suaranya terdengar berat di ujung telepon. Dia bilang iya itu benar,dia bilang maaf. Aku tutup telepon, aku mematung, aku tak sanggup untuk melanjutkan pembicaraan, berhenti di kata "maaf". I am quit, it's over. Aku kehilangan dua orang,kekasih dan teman. Kau ingin tahu rasanya?lebih baik jangan.

Aku pikir semua sudah selesai,aku pikir ini semua sudah jelas sampai beberapa rentetan pesan tak kukenal itu,mengatainya macam-macam. Aku pun tak pernah tahu siapa. Aku sampai jengah,aku mengumpat karena dia juga diam. Aku pikir dia bisa lebih gentle dari ini, tapi aku salah. Menjelaskan secara langsung, berusaha menemuiku saja tidak. Aku jengah. Aku tak tahu kebenarannya.

Aku tak pernah menginginkannya untuk tetap tinggal, buat apa?dia sendiri sudah memilih untuk pergi. Saat memulai hubungan dengannya,aku sudah siap dengan kemungkinan berpisah karena perbedaan diantara kami. Tapi tidak pernah terpikirkan caranya akan seperti ini,di tengah ketidak tahuan siapa yang benar aku cuma ingin kejujuran. Itu saja,tak perlu juga dia tetap tinggal. Kejujuran dari mulut nya sendiri,bukan dari pesan-pesan yg lebih terdengar seperti omong kosong buatku.

I build a trust, I thought that he want this relationship too. But I am wrong, he won't it. Kita memang tak pernah tahu kepada siapa kita akan jatuh cinta, tapi kita bisa memilih. Memilih untuk menjalani atau tidak itu pilihan kita. Saat aku memutuskan untuk memulai dengan nya itu karena aku percaya. Yang mengecewakan bukan karena pada akhirnya kita tidak dapat balasan yang baik, bukan itu. Tapi rasa percaya yang kemudian diabaikan. Tidak ada yang lebih menyakitkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tepi Campuhan

     *dua mingguan sebelum Bali,badan drop,gejala typhus* “Jadi ..Ma..kamu jadi ke Ubud, ngapain?” “Aku mau tracking di Campuhan” “ye..udah gitu doank..kamu jauh-jauh ke Ubud cuma mau tracking di Campuhan..emang di Jawa gak ada tempat buat tracking ?” “ya..gak tau ya..aku tujuan utama si itu..you know it’s like falling in love at first sight, aku harus kesana” jawabku lempeng “hmmm…” temanku sedikit menggugam       *dia, partner traveling (whatsaap)* “Ndo, gimana kondisimu?baikan belum?” “udah ke dokter, disuruh bed rest…harus sembuh, terlanjur beli tiket hehehe” “Bali jangan dipikirin dulu..cepet sembuh,bed rest…hug..hug..hug” “…… …… …… ……. …… ……. …… ……. ……… ……….” lelap *malam sebelum Bali* “everything is fine..everything in control..enjoy the journey..gak ada yang tertinggal…gak ada” menggumam *********************************************** *Bali hari terakhir* Hari terakhir di Bali, kami habiskan dengan menikmati Ubud saja, hanya Ubud.

Hi Lawu Hi!

Gunung Lawu yang mempunyai  ketinggian 3265 MDPL ini berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur,yaitu di kawasan Karang anyar (Wonogiri-Jateng) dan Magetan (Jawa Timur). Sore hari yang cerah menemani perjalanan ke basecamp Lawu yang berjarak sekitar 2 jam an dari tempat saya dan teman-teman berkumpul. Kabut tebal menyambut hangat saat kami baru sampai di base camp. Suasana di sekitar base camp Cemoro Sewu saat itu terbilang ramai. Banyak muda-mudi yang melewatkan sorenya untuk sekedar berkumpul di area tersebut, tak heran karena mungkin persis di depan base camp merupakan jalur perbatasan antar propinsi. Saya dan beberapa teman memilih untuk nongkrong di warung kopi sembari menunggu teman-teman yang masih dalam perjalanan menuju base camp. Sebelummnya karena kami sampai terlalu sore, maka pendakian diputuskan untuk dimulai setelah waktu maghrib. Cuaca cerah namun berkabut menemani pendakian kami malam itu. Sekitar pukul 7 dan dimulai dengan doa bersama, kami mulai m

Via Via Guesthouse

Perkenalanku dengan Via Via Jogja dimulai tahun 2014 di bulan September. Waktu itu aku berkunjung di Via Via café yang terletak di Jalan Prawirotaman. Via Via yang berdiri sekitar 20 tahun ini juga menyediakan fasilitas untuk para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, seperti penginapan, travel and tour sampai kelas yoga, bahasa, serta memasak. Di tahun 2015 ini, aku punya kesempatan untuk berkunjung dan menginap satu malam di Via Via Guesthouse. Sekitar pukul ½ 9 pagi keretaku sampai di Lempuyangan, pagi itu seorang teman lama menawarkan dirinya untuk menjemput, jadi nya aku iyakan. “weits..apa kabar Ma..?” sapanya “baik Alhamdulillah, cari makan yuk..laper nie..depan situ aja” Sesampainya di sebuah angkringan depan stasiun, temanku membuka obrolan. “jadi kamu ke Jogja mau kemana?traveling mulu ya kamu, lancar bener” “aku sebenernya transit doank, besok aku ke Solo..hari ini paling mau ke Gunung Kidul..lancar piye?terakhir aku cuma ke Bali doank” “ye..