Langsung ke konten utama

Satu Kata


Kuletakkan telepon seluler diatas meja. Tidak berapa lama setelah pacarku menelepon, ada panggilan telepon dari nomor yang tak kukenal. Aku amati sebentar nomor tersebut, sampai aku putuskan untuk menerima panggilan tersebut. Saat itu tahun 2014. 

Suara laki-laki, tak asing dan sudah lama tak kudengar. Aku bertanya untuk memastikan, mengingat nomor tersebut tidak tersimpan. Dia pun menjawab, dan dugaanku benar. Suara itu memang dia. Laki-laki yang pernah kukenal, laki-laki yang pernah mengisi hatiku tiga tahun sebelumnya. Ingatanku kembali ke masa tiga tahun sebelumnya. Di sepanjang jalan Malioboro, kami bergandengan tangan menikmati riuhnya malam di Yogyakarta. Lamunanku berkutat pada tahun-tahun tersebut. Dia pernah ada disana, dihatiku meski tak lama.
 
Setelah tiga tahun, dia kembali. Lamunanku terhenti saat dia menanyakan kabar, menanyakan pacarku, apakah aku bahagia sekarang. Aku jawab sekenanya karena diantara perasaan bingung, jujur aku pun tak tahu harus berkata apa. Seperti biasa, dia bercerita panjang lebar. Dia memang banyak bicara, dari dulu tak pernah berubah dan juga entah kenapa dulu aku menyukainya .. yah dahulu. Dia bercerita dia bilang dia akan menikah. Akhirnya dia menemukan seseorang, dia menyayanginya namun hubungannya tidak berjalan lancar. Dia terdengar putus asa.

Sampai akhirnya, dengan suara terbata dia sampaikan maaf padaku. Dia meminta maaf atas perlakuannya padaku tiga tahun yang lalu, dia meminta maaf karena telah menyakiti perasaanku. Dia bilang dia mungkin lancang baru sekarang dia sadar ada seseorang yang seharusnya dia mintakan maaf, orang itu aku. Dia bilang dia lancang karena secara tidak langsung mengganggu hubungan ku dengan pacarku. Dan dia masih terbata saat mengucapkan maaf yang keluar dari mulutnya berulang kali. 

Lantas aku?hatiku mendadak bergetar, dan aku tercenung cukup lama medengarnya. Selama aku hidup, belum pernah aku dimintakan maaf oleh seseorang sebegini niatnya. Orang yang pernah begitu berarti, dan juga orang yang meninggalkanku tanpa sepatah katapun. Aku merasakan dia benar-benar terluka saat menyampaikan permintaan maafnya, suaranya bergetar, sedikit parau.

Tidak ada ucapan lantang yang biasa aku dengar dari mulutnya dulu. Kali ini dia terdengar lemah.  Selama ini aku tak pernah mendengar suara getirnya sampai saat itu. “Maaf menyakitimu”, kata-kata itu terus terngiang beberapa lama sampai pada akhirnya ada suara lega dari kami berdua. 

Aku tak tahu maaf itu bisa sangat membahagiakan seperti hari itu, aku lega karena bagaimana pun aku tahu itu tulus. Kami berdua menahannya selama tiga tahun. Dahulu hubungan kami pernah berakhir tidak baik, namun dari situ aku belajar tentang bagaimana perjalanan hidup tidak selalu berjalan sempurna. Satu kata bisa saja butuh bertahun tahun untuk diucapkan. Satu kata itu mungkin teramat berharga untuk ditunggu oleh manusia yang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hi Lawu Hi!

Gunung Lawu yang mempunyai  ketinggian 3265 MDPL ini berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur,yaitu di kawasan Karang anyar (Wonogiri-Jateng) dan Magetan (Jawa Timur). Sore hari yang cerah menemani perjalanan ke basecamp Lawu yang berjarak sekitar 2 jam an dari tempat saya dan teman-teman berkumpul. Kabut tebal menyambut hangat saat kami baru sampai di base camp. Suasana di sekitar base camp Cemoro Sewu saat itu terbilang ramai. Banyak muda-mudi yang melewatkan sorenya untuk sekedar berkumpul di area tersebut, tak heran karena mungkin persis di depan base camp merupakan jalur perbatasan antar propinsi. Saya dan beberapa teman memilih untuk nongkrong di warung kopi sembari menunggu teman-teman yang masih dalam perjalanan menuju base camp. Sebelummnya karena kami sampai terlalu sore, maka pendakian diputuskan untuk dimulai setelah waktu maghrib. Cuaca cerah namun berkabut menemani pendakian kami malam itu. Sekitar pukul 7 dan dimulai dengan doa bersama, kami mulai m

Tepi Campuhan

     *dua mingguan sebelum Bali,badan drop,gejala typhus* “Jadi ..Ma..kamu jadi ke Ubud, ngapain?” “Aku mau tracking di Campuhan” “ye..udah gitu doank..kamu jauh-jauh ke Ubud cuma mau tracking di Campuhan..emang di Jawa gak ada tempat buat tracking ?” “ya..gak tau ya..aku tujuan utama si itu..you know it’s like falling in love at first sight, aku harus kesana” jawabku lempeng “hmmm…” temanku sedikit menggugam       *dia, partner traveling (whatsaap)* “Ndo, gimana kondisimu?baikan belum?” “udah ke dokter, disuruh bed rest…harus sembuh, terlanjur beli tiket hehehe” “Bali jangan dipikirin dulu..cepet sembuh,bed rest…hug..hug..hug” “…… …… …… ……. …… ……. …… ……. ……… ……….” lelap *malam sebelum Bali* “everything is fine..everything in control..enjoy the journey..gak ada yang tertinggal…gak ada” menggumam *********************************************** *Bali hari terakhir* Hari terakhir di Bali, kami habiskan dengan menikmati Ubud saja, hanya Ubud.

Senja Di Namsan

Hari pertama di Seoul, belum sampai setengah hari. Dan sore   itu kami bergegas menuju Namsan Tower. Tak pernah terpikirkan bahwa Korea Selatan menjadi negara kesekian yang berhasil aku kunjungi. Cuaca begitu dinginnya dan ini merupakan pengalaman pertamaku merasakan kejamnya musim dingin di negara yang terkenal dengan industri K-Pop nya ini. Menikmati Namsan juga bukan perkara mudah, kita diharuskan menggunakan kereta gantung menuju menara utama. Tidak untuk yang takut ketinggian, karena kereta gantung di Namsan bisa terbilang cukup tinggi. Bagaimana tidak menara utamanya terletak di atas perbukitan. Kami sampai di ujung bukit, tepat saat senja. Sungguh landscape yang cukup cantik. Sore itu cuaca sungguh dingin buatku, tapi di sisi lain langit begitu cantiknya. Banyak sekali orang disini, sebagian besar berpasangan. Melihat mereka sungguh membuatku haru. Ada banyak bahagia yang bisa kita lihat di wajah mereka, itulah mengapa gembok-gembok cinta dibuat disini. Aku tertegun