Hari
pertama di Seoul, belum sampai setengah hari. Dan sore itu kami bergegas menuju Namsan Tower. Tak
pernah terpikirkan bahwa Korea Selatan menjadi negara kesekian yang berhasil
aku kunjungi. Cuaca begitu dinginnya dan ini merupakan
pengalaman pertamaku merasakan kejamnya musim dingin di negara yang terkenal
dengan industri K-Pop nya ini. Menikmati
Namsan juga bukan perkara mudah, kita diharuskan menggunakan kereta gantung
menuju menara utama. Tidak untuk yang takut ketinggian, karena kereta gantung
di Namsan bisa terbilang cukup tinggi. Bagaimana tidak menara utamanya terletak
di atas perbukitan.
Kami
sampai di ujung bukit, tepat saat senja. Sungguh landscape yang cukup cantik.
Sore itu cuaca sungguh dingin buatku, tapi di sisi lain langit begitu
cantiknya. Banyak sekali orang disini, sebagian besar berpasangan. Melihat
mereka sungguh membuatku haru. Ada banyak bahagia yang bisa kita lihat di wajah
mereka, itulah mengapa gembok-gembok cinta dibuat disini. Aku tertegun dengan
deretan gembok-gembok cinta yang ditautkan disini. Ratusan atau mungkin ribuan?
dan dari seluruh negara dengan berbagai bahasa. Mengagumkan rasanya, tak ada
anugrah yang lebih indah bukan selain ungkapan kasih sayang, bukan?
Jumlah
nya sudah jelas akan semakin bertambah setiap harinya. Perayaan atas nama cinta
memang bentuknya bisa bermacam-macam. Tapi bagaimana jika nama yang kita
tautkan, tidak bisa selamanya menemani?. Ahh..terlalu penting dengan akhir?
Saat manusia saling mencinta, suatu akhir adalah hal yang bahkan tidak terbesit
dalam benak mereka. Ketika segalanya berakhir ya sudah mau apa, toh tidak ada
yang abadi di dunia ini katanya. Begitupun soal rasa, apalagi manusia yang
notabene selalu berubah bahkan bisa hanya dalam hitungan detik. Ahh..ini berat
sekali bukan?
Lama-lama
tak tahan juga dengan dinginnya, kami putuskan untuk kembali ke bawah. Dari
dalam kereta gantung, deretan kerlap kerlip lampu satu per satu terlihat dari
jendela yang dibuat transparan tersebut. Anehnya hal tersebut membuat
pemandangan dibawah semakin cantik. Aku tertegun sekali lagi, tanpa sepatah
kata pun keluar dari mulutku. Mataku hanya tertuju pada deretan lampu-lampu di
bawah sana yang mengular sepanjang perbukitan.
Semacam
kebiasaan, ingatan buruk malah justru datang saat traveling, di tempat yang
jauh dari rumah. Sangat bertolak belakang dengan Namsan yang seakan pamer
dengan kekuatan cinta para anak manusia, hatiku justru hancur tak keruan. Rentetan
peristiwa-peristiwa tidak mengenakkan yang bertumpuk selalu saja muncul justru
di saat yang tak pernah tepat, namun di sisi lain hal tersebut bisa dengan
mudah aku atasi karena justru di saat seperti ini biasanya aku bisa berpikir
lebih jernih.
Aku sudah sangat terbiasa dengan dengan perpisahan.
Tapi tetap saja, jika harus menghadapi nya lagi kurasa aku akan gentar. Tak ada
yang enak dari sekian banyak perpisahan. Berpisah nyatanya bukan sesuatu yang
mudah, butuh proses. Sampai sekarang aku tidak yakin apakah aku telah sembuh
dari perpisahan-perpisahan itu, yang kurasa hanya kelu saja. Mungkin untuk
memulai kembali, akan selalu jadi lompatan besar buatku. Pada akhirnya aku
putuskan, untuk tetap sendiri. Sampai nanti, saat kurasa ini semua cukup.
Melihat banyak pasangan memadu kisahnya di Namsan membuatku berpikir bahwa
manusia memang tidak bisa hidup sendirian dengan mudah, butuh keberanian yang
luar biasa. Bersama dengan mereka yang tetap tinggal di sisimu, bukankah sebuah
anugrah meski untuk tetap setia banyak hal yang harus dilewati. Mempertahankan
komitmen bukan hal yang mudah, bertemu dengan yang tidak pengecut juga butuh
usaha, mendapatkan yang mau sama-sama berjuang dalam sebuah hubungan pun cukup
sulit. Jadi biarlah sementara, cukup waktu yang membuktikan.
Seketika
air mata ku menetes. Untung saja lampu dalam kereta gantung tidak begitu
terang. Jadi tak seorang pun bisa melihat kegelisahanku. Aku merasa haru
sendiri. Tak pernah kuduga langkahku akan sejauh ini, tak kuduga aku bertahan
selama ini. Aku anggap ini apresiasi untuk diri ku sendiri karena bagaimana pun
aku telah melalui banyak hal. Jadi kupikir kalau bukan aku sendiri, lantas siapa
lagi? Karena siapa bilang perkara cinta dan hati itu selalu mudah?
Komentar
Posting Komentar