Budaya adalah identitas suatu
bangsa. Aku yang terlahir di Indonesia yang aku sadari memiliki kekayaan
melimpah sangat –sangat bersyukur. Dari mulai kesenian, bahasa, suku, agama,
alam, gunung, laut, ribuan pulau..bangsa lain pasti akan dengan mudah mengatakan
apalagi yang kita cari. Kita hampir memiliki semua bahkan tanah yang subur.
Awalnya emang dari rasa penasaran ku untuk mengunjungi beberapa tempat yang
memang buatku menarik, maka weekend kedua di bulan Oktober aku memutuskan untuk
ke tempat ini. Candi Cetho dan Sukuh yang terletak di kaki gunung Lawu,
Tawangmangu, Jawa Tengah. Candi merupakan salah satu dari banyak manifestasi
budaya yang bangsa ini punya, jadi pikirku gak ada salah nya untuk sedikit
belajar.
Minggu, 21 Oktober 2012 kereta
yang aku naiki dari Purwokerto meluncur dengan cepat ke Solo. Sebelummnya aku
membuat janji dengan seorang temanku di Solo untuk mengatarkanku ke Candi
tersebut. Cukup panas Solo hari, saat lewat jam 10 pagi kereta ku sampai di
kota dengan sejuta pesona ini. Hari ini aku merencanakan hanya one day trip
saja, tujuanku Cuma dua candi tersebut dengan estimasi yang sudah aku
rencanakan sebelumnya maka perjalanan ini berkesan sangat cepat bagiku.
Berangkat dari stasiun Jebres di
Solo, kami berempat mengendarai sepeda motor menuju tujuan pertama yaitu Candi
Cetho. Candi ini berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten
Karanganyar di ketinggian 1400 diatas permukaan laut. Menuju candi ini dapat
ditempuh dengan cukup mudah karena akses jalannya sudah baik dan petunjuk jalan
pun terpasang dengan jelas. Pemandangan sepanjang jalan yang indah akan kita
jumpai. Mata kita akan dimanjakan dengan landscape kebun-kebun the di kanan
kiri jalan! Yah, walaupun jalan naik turun dan berkelok-kelok..semua itu gak
berasa dengan pemandangan yang tersaji didepan mata.
pemandangan sepanjang jalan menuju candi
Lebih dari sejam
perjalanan akhirnya kami sampai di Cetho. Wow, berasa entah dimana!sesaat
setelah wujud gapura candi muncul di depan mata, ditambah hawa yang sejuk itu
jadinya menenangkan. Menuju gapura utama candi Cetho, kita harus menaiki tangga
yang bisa dibilang cukup curam. Gapura nya menjulang di bawah langit, mirip
gapura-gapura yang ada di Pulau Dewata bali. Persis di depan gapura di sisi
sebelah kanan terdapat papan yang berisi informasi mengenai candi Cetho. Aku
sendiri enggan untuk dengan sedikit membaca, suka gak konsen membaca di
keramaian hehe..apalagi di tempat wisata. Informasi lengkap lainnya cukup aku
cari di google haha..nah jadi candi ini dibangun pada abad 15 di masa kerajaan
Majapahit dan mempunyai 14 dataran bertingkat yang sekarang hanya ada 13 serta
pemugaran yang hanya dilakukan untuk 9 teras saja. It’s that cool right!
gapura Cetho yang mirip gapura-gapura di Bali
papan informasi tentang Cetho
pemandangan kota dibawah sana!
Berada di setiap tingkatan di Candi Cetho memang luar biasa. Setiap
bangunan di setiap tingkat berbeda, kalau mungkin aku boleh menebak mungkin
disesuaikan dengan fungsi setiap undakan pada masa itu. Nah..kerennya
simbol-simbol yang ada di candi ini menarik untuk dilihat dan dipelajari
untukku. Beberapa diantara nya adalah simbol kura-kura raksasa atau Surya
Majapahit (katanya ini merupakan lambing Majapahit).
bangunan-bangunan yang berada di dalam candi
simbol kura-kura
Selanjutnya terdapat simbol phallus
(penis: alat kelamin laki-laki) sepanjang 2 meter dilengkapi dengan
hiasan tindik (piercing)
bertipe ampallang. Arca Phallus ini juga bisa ditemukan di teras yang ke 8
disamping utara arca Sang Prabu Brawijaya V. Pemujaan terhadap arca Phallus
melambangkan ungkapan syukur dan pengharapan atas kesuburan yang melimpah. Kura-kura
adalah lambang penciptaan alam semesta sedangkan penis merupakan simbol
penciptaan manusia. Terdapat penggambaran hewan-hewan lain, seperti mimi, katak, dan ketam. Simbol-simbol hewan
yang ada, dapat dibaca sebagai suryasengkala berangka
tahun 1373 Saka,
atau 1451 era modern.
arca phallus
arca Prabu Brawijaya V
pray
Teras terakhir dari Candi Cetho adalah
teras/undakan ke 9 yang merupakan teras tertinggi sebagai tempat pemanjatan
doa. Bangunannya berbentuk kubus dari batu. Selesai dengan candi Cetho kami
berjalan ke arah timur laut dari candi ini menuju candi Kethek (candi Kera).
Untuk menuju tempat kami harus berjalan sekitar 15 menit dengan jalanan yang
sedikit naik turun. Candi tersebut diberi nama “Kethek/Kera” karena menurut
penduduk setempat, bagian atas dari candi tersebut mirip dengan Hanoman (tokoh
kera putih yang ada di pewayangan). Candi ini pun masa pembangunannya hampir
sama dengan Cetho yaitu sekitar abad 15.
bangunan utama candi Cetho
tiket masuk
candi Kethek
Berjalan ke arah yang berlawanan dengan Candi
Kethek dengan jarak tempuh yang sama, kita akan menemukan Puri Dewi Saraswati.
Tempat ini jadi spot yang menurutku paling menarik. Entah kenapa seperti
“falling in love in the first sight”, suasananya tenang dan damai. So, Puri
Dewi Saraswati ini merupakan taman dengan lantai batu di kompleks candi Cetho.
Tepat di tengah taman terdapat kolam dengan patung Dewi saraswati bertangan
empat diatasnya. Patung itu merupakan sumbangan dari pemerintah Bali. Aku
sendiri gak tahu, ada semcam rasa yang aku susah aku ungkapkan saat melihat
patung tersebut. Begitu mempesona, anggun, cantik dan ‘hidup”! a masterpiece!
Rasanya betah aja di taman itu. Tepat di sebelah kanan, terdapat jalan kecil
menuju Sendang Pundi Sari yang dulunya berfungsi sebagai tempat penyucian diri
sebelum sembahyang di candi.
Karena aku secara pribadi tertarik dengan Dewi
Saraswati, aku iseng-iseng guggling mencari informasi hehe..thanks God for
internet! Saraswati merupakan satu dari tiga dewi utama dalam agama Hindu,
disamping Dewi Sri (Laksmi) dan Dewi Uma (Durga). Dia merupakan istri dari
Brahma. Saraswati merupakan dewi yang dipuja di agama Hindu. Namanya tercantum
dalam Regweda dan Purana (kumpulan ajaran dan mitologi Hindu). Dia adalah dewi
ilmu pengetahuan dan seni, dia juga dipuja sebagai dewi kebijaksanaan.
Yang aku lihat di Cetho, penggambaran Saraswati
adalah wanita cantik anggun bertangan empat yang masing-masing tangan memegang
sebuah benda dan dia berdiri diatas teratai serta persis dibawah nya terdapat
binatang angsa. Ternyata simbol-simbol tersebut ada maknanya. Menurut literatur
yang aku dapatkan. Binatang angsa merupakan wahana dan kendaraan suci untuknya.
Angsa dan teratai adalah simbol dari kebenaran sejati. Angsa juga melambangkan
penguasaan atas Wiweka (daya nalar) dan Wairagya yang sempurna, memiliki
kemampuan memilah susu diantara lumpur, memilah antara yang baik dan yang
buruk. Angsa berenang di air tanpa membasahi bulu-bulunya, yang mempunyai makna
bahwa seseorang yang bijaksana dalam menjalani kehidupan layaknya orang biasa
tanpa terbawa arus keduniawian. Great!harus nya aku belajar beginian dari dulu!
Sedangkan empat yang ada di lengan tangan nya
juga mempunyai makna sendiri. Yang pertama Lontar (buku), adalah kitab
suci Weda yang melambangkan pengetahuan universal, abadi, dan ilmu sejati. Kedua,
Genitri (tasbih, rosario) yang melambangkan kekuatan meditasi dan pengetahuan
spiritual. Ketiga itu Wina (kecapi) merupakan alat musik yang
melambangkan kesempurnaan seni dan ilmu pengetahuan. Yang terakhir adalah Damaru
(kendang kecil).
ini dia Dewi Saraswati
taman Dewi Saraswati
sendang Pundi Sari
ini dia Dewi Saraswati
taman Dewi Saraswati
sendang Pundi Sari
Puas dengan Cetho, puas
dengan ilmu yang aku dapat, kami bergerak cepat melanjutkan ke candi Sukuh.
Candi ini berlokasi agak jauh dari Cetho yaitu di Dusun Berjo, Desa Sukuh,
Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Susunan undakan-undakan candi ini
tidak jauh beda dengan candi Cetho, candi utamanya pun hampir mirip yaitu kubus
batu serta sekali lagi relief-relief erotis juga terdapat di candi ini.
Kompleks candi ini gak
terlalu luas, hanya terdiri dari tiga teras. Teras pertama merupakan gapura
utama. Pada gapura ini terdapat tulisan dalam bahasa Jawa “gapura buta abara
wong” yang dalam bahasa Indonesia berarti “gapura raksasa memangsa manusia”. Kata-kata ini memiliki makna 9, 5, 3, dan 1. Jika dibalik
maka didapatkan tahun 1359 Saka atau tahun 1437 Masehi.
gapura depan
isi gapura utama
Pada teras
kedua, gak banyak yang bisa aku lihat karena beberapa patung telah rusak dan
gak jelas lagi bentuk tapi menurut info yang aku dapatkan, teras kedua ini di
bangun dengan selisih hampir 20 tahun pembangunan dengan teras yang pertama!
Teras ketiga
merupakan teras paling utama karena disini terdapat candi utama. Bentuk nya
hampir sama dengan yang ada di Cetho dan sekilas agak mirip bangunan suku Maya
di Amerika Latin, setidaknya itu yang aku lihat di National Geographic
hehe..nah untuk menuju ujung candi kita harus berjalan naik lorong sempit yang
hanya muat untuk satu orang saja. Tepat di atas candi induk Sukuh ini terdapat
tempat persembahan di tengah bangunan. Dari atas sini juga akan terlihat semua
area candi Sukuh. Keren!itulah yang bisa aku teriakkan di hati. Yang
begini-begini emang wajib kita lestarikan, kalau bukan kita siapa lagi.
Manifestasi yang harus diwariskan sampai anak cucu karena itu merupakan
identitas kita sebagai sebuah bangsa.
bangunan utama
Komentar
Posting Komentar