Langsung ke konten utama

Si Cantik Parahyangan Bernama Papandayan


Perjalanan menuju gunung Papandayan, saya awali dari kota Garut yang berjarak sekitar 6 jam dari kota dimana saya tinggal. Saya dan beberapa teman dari Jakarta memutuskan untuk bertemu di Masjid Tarogong Garut sekalian mereka melaksanakan shalat Shubuh. Waktu menunjukkan pukul ½ 5 saat kami memulai perjalanan menuju pasar Cisurupan, tempat dimana kami akan berbelanja logistik untuk kami bawa. Sembari menyiapkan logistik, kami pun sarapan di tempat ini sebelum berangkat menuju base camp Gunung Papandayan. Sekitar lewat jam 7 kami berangkat menuju base camp. Membutuhkan waktu sekitar 1 ½ jam untuk menuju base camp. Kondisi jalan dari Cisurupan menuju base camp boleh dibilang tidak terlalu baik. Selain jalan yang sempit, ada beberapa bagian rusak dan berlubang.  

Lewat pukul 8 pagi, kami sampai di base camp. Sebelum memulai tracking, kami tidak lupa untuk melakukan registrasi di pos dan memeriksa kembali barang bawaan kami masing-masing. Tepat pukul 9 pagi, kami memulai tracking. Awal tracking, jalur di Papandayan didominasi oleh jalanan berbatu dengan sedikit tumbuhan di kanan kiri jalur.

"view kawah dari depan base camp"


"base camp Papandayan"
Jalur agak sedikit menanjak saat memasuki kawasan kawah Papandayan. Di kawasan ini lah bau belerang akan tercium tajam yang sedikit membuat sesak pernafasan. Selain itu karena tidak ada tumbuhan, cuaca di sekitar kawah pun cukup panas. Disini kita akan sangat membutuhkan perlengkapan untuk penutup kepala dan masker.

"kawah Papndayan"

"menuju kawah"
Melewati kawasan kawah Papandayan, kita akan bertemu jalur track yang curam sebelum memasuki hutan mati. Hutan mati merupakan salah satu kawasan yang populer di Papandayan. Hamparan tanah berwarna putih yang ditumbuhi batang-batang pohon yang sebagian sudah terbakar ini memberi pemandangan landscape yang indah. Oleh karena itu tak sedikit dari pendaki berhenti agak lama di sini untuk sekedar merekam sajian alam nan cantik ini.

"hutan mati"
"batang-batang yang mati"
Dari hutan mati kami melanjutkan perjalanan menuju camping ground, Pondok Saladah. Disini lah kami akan membuka tenda untuk beristirahat satu malam sebelum melanjutkan perjalanan menuju padang edelweiss Tegal Alun keesokan hari nya. Pondok Saladah memang biasa digunakan sebagai tempat beristirahat untuk sebagian besar pendaki Papandayan karena tempat nya cukup luas dan dekat dengan sumber air. Total waktu menuju Pondok Saladah dari base camp tak kurang dari 3 jam. Ini sebabnya Papandayan banyak dikunjungi oleh pengunjung yang bukan pendaki sekalipun karena memang jalurnya yang tidak terlalu berat untuk pemula.

Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan menuju Tegal Alun. Dimulai dengan sedikit mengisi perut dan mempersiapkan bekal, kami pun siap berangkat. Untuk menuju Tegal Alun, kita akan kembali melewati Hutan Mati dan melangkah lurus memasuki kawasan hutan dengan jalur yang mulai curam. Di jalur ini juga terdapat Tanjakan Mamang. Tanjakan ini yang saya rasa tanjakan paling curam yang ada di Papandayan.

"edelweis Tegal Alun"

"telaga di Tegal Alun"
Tak sampai 1 jam, kami sampai Tegal Alun. And this is it! Yang paling special di Papandayan ya disini. Tegal Alun mempunyai padang edelweis seluas pandangan mata, jadi siap-siap lah untuk terpana dengan keindahan landscape-nya. Dan juga apabila kita beruntung, kita masih bisa melihat jejak-jejak kaki harimau disini. Saat mengunjungi Papandayan kami memang sempat diperingatkan petugas untuk tidak membuka tenda di Tegal Alun karena waktu itu merupakan musim kawin mereka. Disini juga terdapat telaga yang tidak cukup besar namun setidaknya bisa dijadikan tempat beristirahat para pendaki yang akan memanjakan mata kita.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hi Lawu Hi!

Gunung Lawu yang mempunyai  ketinggian 3265 MDPL ini berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur,yaitu di kawasan Karang anyar (Wonogiri-Jateng) dan Magetan (Jawa Timur). Sore hari yang cerah menemani perjalanan ke basecamp Lawu yang berjarak sekitar 2 jam an dari tempat saya dan teman-teman berkumpul. Kabut tebal menyambut hangat saat kami baru sampai di base camp. Suasana di sekitar base camp Cemoro Sewu saat itu terbilang ramai. Banyak muda-mudi yang melewatkan sorenya untuk sekedar berkumpul di area tersebut, tak heran karena mungkin persis di depan base camp merupakan jalur perbatasan antar propinsi. Saya dan beberapa teman memilih untuk nongkrong di warung kopi sembari menunggu teman-teman yang masih dalam perjalanan menuju base camp. Sebelummnya karena kami sampai terlalu sore, maka pendakian diputuskan untuk dimulai setelah waktu maghrib. Cuaca cerah namun berkabut menemani pendakian kami malam itu. Sekitar pukul 7 dan dimulai dengan doa bersama, kami mulai m

Tepi Campuhan

     *dua mingguan sebelum Bali,badan drop,gejala typhus* “Jadi ..Ma..kamu jadi ke Ubud, ngapain?” “Aku mau tracking di Campuhan” “ye..udah gitu doank..kamu jauh-jauh ke Ubud cuma mau tracking di Campuhan..emang di Jawa gak ada tempat buat tracking ?” “ya..gak tau ya..aku tujuan utama si itu..you know it’s like falling in love at first sight, aku harus kesana” jawabku lempeng “hmmm…” temanku sedikit menggugam       *dia, partner traveling (whatsaap)* “Ndo, gimana kondisimu?baikan belum?” “udah ke dokter, disuruh bed rest…harus sembuh, terlanjur beli tiket hehehe” “Bali jangan dipikirin dulu..cepet sembuh,bed rest…hug..hug..hug” “…… …… …… ……. …… ……. …… ……. ……… ……….” lelap *malam sebelum Bali* “everything is fine..everything in control..enjoy the journey..gak ada yang tertinggal…gak ada” menggumam *********************************************** *Bali hari terakhir* Hari terakhir di Bali, kami habiskan dengan menikmati Ubud saja, hanya Ubud.

Senja Di Namsan

Hari pertama di Seoul, belum sampai setengah hari. Dan sore   itu kami bergegas menuju Namsan Tower. Tak pernah terpikirkan bahwa Korea Selatan menjadi negara kesekian yang berhasil aku kunjungi. Cuaca begitu dinginnya dan ini merupakan pengalaman pertamaku merasakan kejamnya musim dingin di negara yang terkenal dengan industri K-Pop nya ini. Menikmati Namsan juga bukan perkara mudah, kita diharuskan menggunakan kereta gantung menuju menara utama. Tidak untuk yang takut ketinggian, karena kereta gantung di Namsan bisa terbilang cukup tinggi. Bagaimana tidak menara utamanya terletak di atas perbukitan. Kami sampai di ujung bukit, tepat saat senja. Sungguh landscape yang cukup cantik. Sore itu cuaca sungguh dingin buatku, tapi di sisi lain langit begitu cantiknya. Banyak sekali orang disini, sebagian besar berpasangan. Melihat mereka sungguh membuatku haru. Ada banyak bahagia yang bisa kita lihat di wajah mereka, itulah mengapa gembok-gembok cinta dibuat disini. Aku tertegun