Langsung ke konten utama

Mengenal Affandi

Affandi, maestro seni lukis Indonesia lahir di Cirebon. Ayah nya, R. Koesoema merupakan mantri ukur perkebunan gula di Ciledug. Putus dari sekolah menengah di Jakarta, dan mengadakan pameran lukis untuk pertama kalinya tahun 1943. Berkunjung ke museum Affandi yang berada di Kota Yogyakarta ini akan membawa kita kembali menapaki perjalanan hidup sang maestro.

Cuaca Jogja siang itu cukup bersahabat, ketika aku memacu sepeda motor menuju museum Affandi. Bangunan museum yang terletak di pinggir jalan ini terlihat paling mencolok diantara bangunan-bangunan yang lain karena bentuk nya terbilang cukup unik. Loket masuk museum persis berada di samping pintu masuk yang tidak terlalu lebar. Suasana asri dan tenang sangat terasa saat memasuki tempat parkir kendaraan, dengan banyaknya pepohonan di tempat ini membuat suasana halaman depan museum cukup adem.

Tak menunggu lama, aku bergegas menuju ruangan pertama museum. Museum Affandi sendiri terdiri dari tiga galeri utama yang terpisah. Galeri I, merupakan ruangan pertama yang aku masuki. Bentuk nya melengkung, dengan dominasi cat berwarna hijau dan pintu masuk berukir yang tak terlalu tinggi dengan lantai berwarna merah putih. Galeri I ini dirancang oleh Affandi sendiri, bentuk atap nya dibuat menyerupai daun pisang. Affandi mempunyai alasan sendiri kenapa atap ruangan ini dibuat meyerupai daun pisang, yaitu dahulu Affandi pernah menggunakan daun pisang untuk melindungi lukisan-lukisan nya dari panas dan hujan. Ruangan ini berisi lukisan-lukisan cat air dan minyak diatas kanvas karya Affandi. Ada juga memorabilia berupa piagam-piagam penghargaan yang disusun rapi di dalam lemari kaca dan ada juga mobil Mitsubishi Gallant 1976 berwarna hijau kesayangan Affandi yang terlihat masih cukup terawat.


Aku berjalan keluar setelah puas berada di Galeri I, aku berjalan menuju Galeri II yang persis berada di samping galeri pertama. Galeri II tidak se “ramai” Galeri I, disini ruangan nya dibangun lebih sederhana. Didominasi cat hijau, hanya ada kursi rotan di tengah ruangan, dengan lantai berwarna putih. Ruangan berukuran 315,5 meter persegi dengan dua lantai, lantai pertama untuk pameran dan lantai dua untuk melukis serta ruangan penyimpanan. Di lantai dua ini ada pembatasan bagi pengunjung untuk yang ingin masuk. Galeri II juga merupakan ruang pamer karya Affandi yang akan dijual dan juga karya dari seniman-seniman yang lain, seperti Sudjojono, Hendra Gunawan, Mochtar Apin dll. Seniman-seniman tersebut merupakan kawan baik dari Affandi meskipun mempunyai gaya melukis yang berbeda-beda. 


Berlanjut menuju Galeri III yang berada di seberang Galeri II. Galeri III dibangun oleh Yayasan Affandi pada tahun 1999, dan dibuka secara resmi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X tahun 2010. Galeri III dibuat untuk memenuhi permintaan terakhir Affandi dimana dia menginginkan ruang yang cukup untuk menyimpan karya-karyanya. Disini juga dipamerkan karya-karya dari anggota keluarga Affandi, seperti Bordir Maryati yang merupakan istri pertama Affandi, lukisan Kartika (Purti Maryati), dan lukisan Rukmini (Putri istri kedua Affandi). 


Aku berjalan keluar Galeri III, menuju restorasi untuk memesan minuman. Diatas restorasi terdapat bekas kamar Affandi, tepat di balkon kamar Affandi aku memilih untuk menghabiskan minumanku dan terduduk cukup lama. Dari sini keseluruhan museum bisa terlihat jelas karena posisi nya memang lebih tinggi dari bangunan yang lain. Jendela kaca mendominasi kamar tersebut, kita bahkan akan dapat melihat isi dalam kamar. Aku duduk terpaku di balkon yang persis menghadap jalan besar.

Dari rentetan karya-karya Affandi di setiap galeri yang aku masuki,membuat ku berpikir satu hal. Sebagai apa kau ingin dikenang setelah mati? Affandi mugkin salah satu manusia yang beruntung. Lewat karya-karya dan goresan-goresan indah di atas kanvas dia bisa menginspirasi manusia-manusia di luar sana bahkan ketika dia sendiri sudah tidak lagi bernafas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hi Lawu Hi!

Gunung Lawu yang mempunyai  ketinggian 3265 MDPL ini berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur,yaitu di kawasan Karang anyar (Wonogiri-Jateng) dan Magetan (Jawa Timur). Sore hari yang cerah menemani perjalanan ke basecamp Lawu yang berjarak sekitar 2 jam an dari tempat saya dan teman-teman berkumpul. Kabut tebal menyambut hangat saat kami baru sampai di base camp. Suasana di sekitar base camp Cemoro Sewu saat itu terbilang ramai. Banyak muda-mudi yang melewatkan sorenya untuk sekedar berkumpul di area tersebut, tak heran karena mungkin persis di depan base camp merupakan jalur perbatasan antar propinsi. Saya dan beberapa teman memilih untuk nongkrong di warung kopi sembari menunggu teman-teman yang masih dalam perjalanan menuju base camp. Sebelummnya karena kami sampai terlalu sore, maka pendakian diputuskan untuk dimulai setelah waktu maghrib. Cuaca cerah namun berkabut menemani pendakian kami malam itu. Sekitar pukul 7 dan dimulai dengan doa bersama, kami mulai m

Tepi Campuhan

     *dua mingguan sebelum Bali,badan drop,gejala typhus* “Jadi ..Ma..kamu jadi ke Ubud, ngapain?” “Aku mau tracking di Campuhan” “ye..udah gitu doank..kamu jauh-jauh ke Ubud cuma mau tracking di Campuhan..emang di Jawa gak ada tempat buat tracking ?” “ya..gak tau ya..aku tujuan utama si itu..you know it’s like falling in love at first sight, aku harus kesana” jawabku lempeng “hmmm…” temanku sedikit menggugam       *dia, partner traveling (whatsaap)* “Ndo, gimana kondisimu?baikan belum?” “udah ke dokter, disuruh bed rest…harus sembuh, terlanjur beli tiket hehehe” “Bali jangan dipikirin dulu..cepet sembuh,bed rest…hug..hug..hug” “…… …… …… ……. …… ……. …… ……. ……… ……….” lelap *malam sebelum Bali* “everything is fine..everything in control..enjoy the journey..gak ada yang tertinggal…gak ada” menggumam *********************************************** *Bali hari terakhir* Hari terakhir di Bali, kami habiskan dengan menikmati Ubud saja, hanya Ubud.

Senja Di Namsan

Hari pertama di Seoul, belum sampai setengah hari. Dan sore   itu kami bergegas menuju Namsan Tower. Tak pernah terpikirkan bahwa Korea Selatan menjadi negara kesekian yang berhasil aku kunjungi. Cuaca begitu dinginnya dan ini merupakan pengalaman pertamaku merasakan kejamnya musim dingin di negara yang terkenal dengan industri K-Pop nya ini. Menikmati Namsan juga bukan perkara mudah, kita diharuskan menggunakan kereta gantung menuju menara utama. Tidak untuk yang takut ketinggian, karena kereta gantung di Namsan bisa terbilang cukup tinggi. Bagaimana tidak menara utamanya terletak di atas perbukitan. Kami sampai di ujung bukit, tepat saat senja. Sungguh landscape yang cukup cantik. Sore itu cuaca sungguh dingin buatku, tapi di sisi lain langit begitu cantiknya. Banyak sekali orang disini, sebagian besar berpasangan. Melihat mereka sungguh membuatku haru. Ada banyak bahagia yang bisa kita lihat di wajah mereka, itulah mengapa gembok-gembok cinta dibuat disini. Aku tertegun