Hari
itu Ubud sangat ramai, warga tengah sibuk-sibuknya mempersiapkan berbagai acara
menjelang hari raya Nyepi. Kesibukan terlihat di berbagai sudut banjar, salah
satu nya membuat Ogoh-Ogoh untuk ditampilkan pada malam sebelum Nyepi. Kupacu
sepeda motor menuju desa Peliatan, di tempat itu ada banyak Ogoh-Ogoh dipamerkan
sebelum diarak malam harinya. Dan benar saja, halaman Pura Peliatan sudah ramai
dengan warga yang menonton. Ogoh-ogoh dengan ukuran sedang sampai besar
diletakkan berjejer di depan pura. Warga dengan leluasa dapat melihat nya,
bahkan mereka sibuk berfoto dari satu ogoh-ogoh ke ogoh-ogoh yang lain. Dari
anak-anak kecil sampai orang dewasa berkumpul di satu tempat untuk acara yang
berlangsung satu tahun sekali ini. Dentuman musik menyemarakkan suasana di
halaman Pura Peliatan.
Aku
berjalan diantara kerumunan warga yang tengah sibuk menonton dan berfoto.
Disampingku berdiri seorang ibu yang dengan ramah memberi informasi
kepadaku bahwa nanti pada jam 6 sore, ogoh-ogoh ini akan mulai diarak melalui
jalan Peliatan menuju Lapangan Astina Ubud yang berjarak kurang lebih 5 menit
berkendara. Menurut beliau, di Lapangan Astina Ubud nanti akan ada lebih
banyak ogoh-ogoh, ogoh-ogoh ini merupakan perwakilan dari sebagian Banjar yang
ada di wilayah Ubud. Dari informasi tersebut, tanpa pikir panjang kupacu sepeda
motor berputar balik menuju pusat kota Ubud. Sepanjang jalan semakin sore,
suasana sudut kota Ubud semakin meriah. Anak-anak kecil riuh memainkan alat
musik tradisional Bali, berjalan riang di sisi-sisi jalan. Mereka bersiap untuk
festival ogoh-ogoh nanti malam, dari anak muda sampai orang-orang tua. Semua
bersemangat untuk festival tahunan ini.
Tak
sampai 10 menit,aku sampai di Lapangan Astina Ubud. Suasana di sini jauh lebih
ramai dari perkiraanku. Para wisatawan dan warga Ubud memadati setiap sudut
lapangan yang tidak terlalu besar ini, tak urung bahu-bahu jalan pun telah
padat oleh mereka. Beberapa pecalang nampak kewalahan saat harus mengingatkan
untuk tidak terlalu memenuhi bahu jalan karena bisa menganggu pergerakan
rombongan pembawa ogoh-ogoh yang nanti akan datang. Seketika aku takjub oleh dentuman
suara musik terdengar hampir ke seluruh penjuru, tidak ada panggung, tapi dari
segi pencahayaan bisa dibilang yang paling menyedot perhatian. Ini hampir lebih
mirip konser musik dibanding pertunjukkan adat.
Tak
berselang lama, suara riuh terdengar dari arah utara jalan. Semua orang
mendadak berkumpul di bahu jalan untuk memastikan bahwa ogoh-ogoh pertama telah
sampai. Benar saja, ogoh-ogoh pertama yang datang mulai terlihat dari kejauhan.
Aku tercenung beberapa lama memperhatikan ogoh-ogoh yang semakin mendekati pintu
masuk lapangan, ukuran yang begitu besarnya menyedot seluruh perhatianku.
Sungguh besar! Itu sebabnya dibutuhkan puluhan orang untuk menandu dan tentu saja
kekompakkan diantara mereka.
Aku
tersihir, ada beberapa kali aku hanya terdiam melihat ogoh-ogoh itu lewat di
depanku. Ada nuansa mistis ketika ogoh-ogoh itu bergerak mengikut gerak langkah
para penandu, seakan memang benar-benar hidup. Belum iringan ritmis dan cepat
yang menyertai setiap gerakan penandu membuat aliran darah di badanku mengalir
dengan cepat. Aku merasakan euphoria, sebuah semangat kebersamaan yang agak
sulit aku gambarkan.
Untuk
menandu satu ogoh-ogoh saja diperlukan puluhan orang di dalam nya, kalau satu
saja tidak bisa melanjutkan menandu, ogoh-ogoh tidak dapat bergerak dengan
sempurna. Oleh karena itu, biasanya ada satu orang yang berdiri di antara
penandu dan ogoh-ogoh. Dia akan bertugas mengatur langkah penandu, menjaga
kekompakan dan tentu saja menjaga semangat para penandu. Suara riuh tak
terelakkan ketika ogoh-ogoh mulai berdatangan satu persatu. Teriakan, gamelan
Bali, derap langkah penandu ogoh-ogoh dan suara tepuk tangan para wisatawan
mewarnai festival ogoh-ogoh malam itu. Semua orang larut dalam euphoria sebuah prosesi
yang hanya ada setahun sekali menjelang hari raya Nyepi.
Ogoh-ogoh untuk masyarakat Bali sendiri merupakan perwujudan seluruh elemen negatif sifat-sifat manusia, hal ini juga yang membuat Ogoh-ogoh digambarkan dengan wujud-wujud yang menyeramkan. Tradisi ini juga sudah ada puluhan tahun dan berlangsung sampai sekarang. Selain itu kenapa harus diarak keliling Banjar dahulu sebelum dikumpulkan dalam satu tempat karena masyarakat Bali percaya bahwa seluruh elemen negatif akan hilang bersama ogoh-ogoh setelah ogoh-ogoh diarak.
Ogoh-ogoh untuk masyarakat Bali sendiri merupakan perwujudan seluruh elemen negatif sifat-sifat manusia, hal ini juga yang membuat Ogoh-ogoh digambarkan dengan wujud-wujud yang menyeramkan. Tradisi ini juga sudah ada puluhan tahun dan berlangsung sampai sekarang. Selain itu kenapa harus diarak keliling Banjar dahulu sebelum dikumpulkan dalam satu tempat karena masyarakat Bali percaya bahwa seluruh elemen negatif akan hilang bersama ogoh-ogoh setelah ogoh-ogoh diarak.
Aku
beruntung malam itu, bersyukur lebih tepat nya, aku belajar banyak hal. Ini
pengalaman pertamaku melewatkan perayaan Nyepi di tempat yang hampir semua
orang merayakannya, aku minoritas. Ada haru dan bangga. Dari prosesi adat, yang
mungkin hanya warga Ubud yang tahu, telah membuka banyak sekali mata ribuan
orang dari belahan bumi mana saja termasuk aku. Mungkin yang mereka lakukan,
tidak bisa sepenuhnya aku mengerti. Tetapi yang aku saksikan malam itu memberi
energi positif bahwa kebersamaan dan penghargaan terhadap perbedaan itu masih
ada,dan itu ada di negeri kita sendiri. I’m proud.
suit suit...pengennn
BalasHapusjommmm..mi..jommm..
Hapus