Memutuskan kembali
untuk traveling, kali ini cukup lama, tiga minggu itu bukan perkara yang ringan
buatku. Beli tiket lalu berangkat. Ada banyak hal yang menjadi pertimbangan
saat itu, tapi diantara banyak hal yang musti ditimbang itu, lebih banyak hal
yang pada akhirnya membuatku memutuskan untuk tetap pergi dan memilih break
dari pekerjaan. Hubungan ku berakhir dengan sangat ngaco dan melelahkan, karir juga
berasa stuck banget. Sepertinya semua nampak gak pernah berjalan sesuai
harapan. Aku keberatan ini disebut pelarian, aku di kondisi yang sudah gak bisa
berkompromi lagi dengan semua hal itu, aku cukup lelah dan aku ingin pergi so I
buy a ticket. I need those adrenaline, feeling lost. Hanya dengan ransel 30
liter dan daypack kecil untuk kamera karena aku ingin kali ini seringkas
mungkin, aku pergi selama tiga minggu. Take a break.
Kami memulai perjalanan
dari Phonm Penh, penerbangan pagi dari Kuala Lumpur. kami bertemu Hier hari
itu, supir tuk tuk yang mengantar kami menjelajahi Phonm Penh. Ada kengerian di
kota ini. Sisa-sisa kekejaman rezim Pol Pot ada di setiap tempat-tempat yang
kami datangi. Pembantaian, penyiksaan, pembunuhan massal memenuhi kepala kami
seharian itu. Jangan tanya rasa nya seperti apa, ini lebih mirip nonton film
horor. Sejarah seperti ini ada juga di Indonesia, Tragedi 65.
Lepas Phonm Penh, di
hari-hari berikutnya sekembalinya dari Ho Chi Minh (sempat mampir sebelum balik
lagi ke Kamboja) kami bahkan nekat bersepeda hampir 30km dari Siem Reap munuju
Angkor Wat. That’s crazy for me, but priceless to remember. Rasanya?panas,
capek, emosi, pengen nya beli tiket saat itu juga dan pulang ke Indonesia tapi
aneh nya malam nya aku masih bisa tidur nyenyak dan paginya tersenyum lebar.
Thailand sempat
membuatku “zonk”, kelelahan secara fisik dan mental, feeling lost. Untungnya
kami meluangkan waktu agak lama di sini, jadi lumayan bisa mengembalikan energi
yang sempat terkuras. Seminggu lebih ternyata gak mudah, dan bayangkan saja aku
sendiri masih harus menyelesaikan dua minggu yang tersisa. Sempat zonk di
Thailand, sempat tinggal beberapa hari di Malaysia, aku pulang ke Indonesia
setelah dua minggu. Hampir seminggu berikutnya aku habiskan di Ubud. Ubud udah
kayak “obat”, sengaja gak kemana-mana, gak bikin rencana apa-apa, I just want
it flow. Aku menghabiskan waktu dengan makan makan makan, bengong di pinggiran
sawah, iseng jalan pagi-pagi ke pasar , ngemil es krim mangga sendirian dekat
homestay sore-sore sambil nontonin bule pacaran. Aku bahkan sempat dibikin
menangis dan merinding luar biasa cuma gegara nonton Ogoh-ogoh. I’ll tell you, Ubud
saat menjelang Hari Raya Nyepi itu harus jadi bucket list. Trust me,it is just
amazing.
For me, traveling is
liberating. Aku stuck pada awalnya, ketika memutuskan traveling semua jadi sedikit
mudah. Karena break dari segala macam rutinitas atau comfort zone itu baik.
Selama itu, aku dengan bebas mengisi waktuku dengan melihat, mendengar, belajar
banyak sekali hal. Itu sebabnya aku memutuskan untuk kembali traveling. Sometime,
I just love came as stranger when no one care about your job, your love story
or other personal matters, your nationalities, your skin color. These are kind
of freedom.
Komentar
Posting Komentar