Perjalanan
hari ke-22 menjelang Nyepi, Ubud. Pagi ini diantara rasa lelah, aku beranikan
diri beranjak dari tempat tidur. Yang nyatanya beberapa menit kemudian aku
dibuat malas bergerak dari teras kamar, terdiam sampai menjelang siang melihat
jalan setapak yang ditumbuhi rerumputan hijau, dan dipenuhi berbagai
bunga-bunga tropis khas Bali. Aku habiskan pagi itu dengan memikirkan banyak
sekali hal, banyak kejadian yang selama dan sampai sekarang belum aku temukan
jawabannya. Cinta, masa depan, pekerjaan..hal-hal duniawi. Cinta?helaan nafas
cukup panjang terdengar dari dalam rongga suaraku. Cinta adalah hal yang
menjatuhkanku dengan sangat keras beberapa waktu lalu, tapi sangat sulit untuk
aku teriakan. Aku kalah dan dikhianati keadaan berualang kali. Aku memilih
untuk diam dan menahannya sangat dalam. Pada akhirnya aku layaknya orang yang
hampir mau bunuh diri. Betapa aku ingat ini lah yang membuatku memutuskan untuk
pergi meninggalkan rumah dan pekerjaan hampir satu bulan. Aku tidak tahan,
hatiku terasa kena rajam dan bibirku kelu.
Ini
juga yang membuat aku hampir tak percaya dengan masa depan. Buatku yang hidup
entah di masa yang mana, masa depan terlihat abu-abu. Kata manusia lain, masa
depan siapa yang tahu namun memikirkan nya saja sudah membuatku mual meski
berada di tempat paling nyaman ini. Pekerjaan?teman-teman bilang aku terlalu
suka bekerja, tapi nyatanya mereka tertipu. Aku berhasil membodohi mereka
bahkan diriku sendiri, aku tidak suka dengan apa yang aku lakukan. Itu kenapa
aku ada di tempat ini sekarang, melarikan diri. Kuputuskan
keluar penginapan, dengan centilnya aku sedikit bersolek, memakai rok flare
selutut yang selama hampir satu bulan aku bawa ke Indochina tapi tak kunjung
terpakai. Aku merasa cantik siang itu, kubawa langkah kaki ku menyusuri setiap
gang di Ubud mulai Sriwedari sampai Suweta. Tak tentu arah namun anehnya
melegakan. Anak-anak kecil berlarian kesana kemari dengan Udeng melingkar di
kepala mereka, bersiap menyambut Nyepi. Bau sesajen mengular sepanjang gang, di
depan cafe-cafe, depan homestay-homestay dan di pinggiran trotoar.
Aku
tercenung beberapa saat, di depan sebuah warung kopi. Kulihat bayanganku
sendiri dari jendela kaca, kulihat bibirku menyimpul. Aku tersenyum, mataku
berbinar saat itu. Agak lama berdiri, bisa kurasakan detak jantung ku berdegup
dengan kencang nya. Kurasakan aliran darah mengalir dengan cepat. Aku kayak
orang jatuh cinta. Kenapa tempat ini?kenapa tempat kecil di tengah Pulau Dewata
selalu memanggilku untuk kembali, kenapa aku selalu bisa tersenyum dengan
ringannya disini, berbeda ketika di rumahku sendiri, di Jawa. Kenapa disini
semua terasa ringan meski sendirian. Aku tak tahu juga, aku cuma bisa merasakan
nya. Mungkinkah kalau ini cinta, bisakah aku disini saja?menghabiskan sisa
waktuku. Itu yang aku katakan jauh di lubuk hati. Aku harap nanti ada waktunya,
semua akan mengerti kenapa aku terus kembali. Disini aku merasa ringan,
merasakan jatuh cinta, dan bebas. Disini aku melihat sebuah harapan yang
melegakan. Aku jatuh cinta kembali.
Komentar
Posting Komentar