Langsung ke konten utama

Kabut Turun di Dlingo

Alarm ku berbunyi tak terlalu lama, karena sesaat kemudian aku dengan cepat berhasil mematikkan nya. Dengan sigap menahan kantuk aku membangunkan Frita yang masih terlelap, pagi itu tepat setelah Shubuh kami berdua berencana untuk pergi ke Dlingo di Imogiri. Sebenarnya bukan ide yang cukup bagus untuk berkendara di tengah cuaca Jogja yang beberapa hari terakhir ini mencapai 18 derajat celcius di pagi hari, namun apa boleh buat tekad kami sudah bulat.



Dengan pakaian seadanya yang tergantung di belakang pintu kamar hotel, kami memulai perjalanan pagi itu. Kawasan Malioboro tempat hotel kami menginap pagi itu masih lengang,hanya ada beberapa orang saja yang nampak sibuk bersiap untuk membuka lapak dagangan mereka. Aku suka suasana pagi, dimana jalanan masih lengang belum terlalu sibuk, udara pun masih cukup segar meski pagi itu cuaca dingin seakan merayu untuk memutar balik laju sepeda motor pulang ke hotel saja dan kembali tidur. Tapi sudah separuh jalan, kembali ke hotel bukanlah pilihan yang bagus toh cuaca pagi itu sungguh sayang untuk dilewatkan. 

Jalan Imogiri kami lewati dengan setengah ragu karena kami rasa sedikit tersesat, tak ada manusia satu pun yang berhasil kami temui pagi itu. Ada satu ibu-ibu pagi itu yang berhasil kami tanyai tetapi sayang beliau pun tak tahu pasti arah ke Dlingo. Kami berdua sebenarnya belum tahu letak tempat yang kami cari, hanya bermodal gps dan penanda jalan saja. Lagipula kalau masalah arah, aku lebih percaya ke Frita karena dia cukup jago untuk masalah ini. Sedang aku?aku cukup senang bisa berkendara, menikmati pemandangan alam pagi itu di kawasan selatan Jogja.

"nah, itu Dlingo Ta" seruku ke Frita setelah penanda jalan menunjukkan kami berada di arah yang benar
"wah..iya, ketemu juga" jawab Frita lega

Sekarang pekerjaan kami jadi lebih mudah karena kami cukup mengikuti papan penunjuk yang akhirnya dapat dengan jelas kami lihat. Ada sedikit kecemasan karena langit sudah mulai terang dan matahari mulai terbit di ufuk. Kami sedikit cemas tidak dapat melihat kabut itu. Kabut itu yang memotivasi kami untuk sampai ke sini, melawan dingin. Hal itu membuat aku memacu sepeda motor lebih cepat lagi.

"sabar Ma, gak usah buru-buru, pasti dapet deh itu kabutnya" seru frita seakan mengingatkan bahwa keselamatan berkendara tetap ada di peringkat pertama.

Jalanan menuju Kebun Buah Mangunan Dlingo ini cukup bagus, dengan kontur sempit dan naik turun, jalan aspal nya pun terbilang mulus. Dan juga pemandangan di kanan kiri jalan yang berupa perbukitan cukup melegakan, tidak menjemukkan.

Kami disambut oleh seorang penjaga Kebun Buah Mangunan, yang bertugas untuk menarik tiket masuk kepada pengunjung. Aku tidak terlalu ingat mengenai tarif, tapi seingatku tak lebih dari 20ribu rupiah untuk dua orang. Aku memarkir motor persis di depan sebuah bangunan mirip aula, nampaknya sudah cukup ramai oleh pengunjung. Dari tempat parkir kami masih harus berjalan untuk sampai ke menara pandang Mangunan. Dari sini nampak perbukitan yang hijau yang diselimuti sedikit kabut di bawah sana, cukup memanjakkan mata.

Kau tahu film "Sils of Maria" yang dibintangi oleh aktris cantik Perancis, Juliette Binoche?dia memerankan tokoh bernama "Maria". Ada adegan di film ini yang menginspirasiku untuk datang ke tempat ini, ya mungkin aku sedikit berlebihan tapi begitulah adanya. Ada adegan di film tersebut dimana "Maria" menelusuri pegunungan nan indah di kawasan Swiss untuk melihat dengan mata kepala nya sendiri formasi awan yang disebut dengan "Maloja Snake". Maria berhasil melihatnya sendiri, formasi "Maloja Snake" tersebut. Mengular lambat diantara dua pegunungan. Awalnya seperti kepala ular yang terus membentuk sebuah lekukan, lekukan ini akan nampak seperti badan dan ekor. Wajah Maria lega, ada sebuah kelegaan, ada sebuah kemenangan, ada sebuah euphoria.

Kabut Dlingo pagi itu mungkin tidak seindah "Maloja Snake" , tapi kelegaan saat melihat bagaimana alam memainkan simfoni keindahannya itu sama, pun alam diciptakan di level yang setara bukan?








  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hi Lawu Hi!

Gunung Lawu yang mempunyai  ketinggian 3265 MDPL ini berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur,yaitu di kawasan Karang anyar (Wonogiri-Jateng) dan Magetan (Jawa Timur). Sore hari yang cerah menemani perjalanan ke basecamp Lawu yang berjarak sekitar 2 jam an dari tempat saya dan teman-teman berkumpul. Kabut tebal menyambut hangat saat kami baru sampai di base camp. Suasana di sekitar base camp Cemoro Sewu saat itu terbilang ramai. Banyak muda-mudi yang melewatkan sorenya untuk sekedar berkumpul di area tersebut, tak heran karena mungkin persis di depan base camp merupakan jalur perbatasan antar propinsi. Saya dan beberapa teman memilih untuk nongkrong di warung kopi sembari menunggu teman-teman yang masih dalam perjalanan menuju base camp. Sebelummnya karena kami sampai terlalu sore, maka pendakian diputuskan untuk dimulai setelah waktu maghrib. Cuaca cerah namun berkabut menemani pendakian kami malam itu. Sekitar pukul 7 dan dimulai dengan doa bersama, kami mulai m

Tepi Campuhan

     *dua mingguan sebelum Bali,badan drop,gejala typhus* “Jadi ..Ma..kamu jadi ke Ubud, ngapain?” “Aku mau tracking di Campuhan” “ye..udah gitu doank..kamu jauh-jauh ke Ubud cuma mau tracking di Campuhan..emang di Jawa gak ada tempat buat tracking ?” “ya..gak tau ya..aku tujuan utama si itu..you know it’s like falling in love at first sight, aku harus kesana” jawabku lempeng “hmmm…” temanku sedikit menggugam       *dia, partner traveling (whatsaap)* “Ndo, gimana kondisimu?baikan belum?” “udah ke dokter, disuruh bed rest…harus sembuh, terlanjur beli tiket hehehe” “Bali jangan dipikirin dulu..cepet sembuh,bed rest…hug..hug..hug” “…… …… …… ……. …… ……. …… ……. ……… ……….” lelap *malam sebelum Bali* “everything is fine..everything in control..enjoy the journey..gak ada yang tertinggal…gak ada” menggumam *********************************************** *Bali hari terakhir* Hari terakhir di Bali, kami habiskan dengan menikmati Ubud saja, hanya Ubud.

Senja Di Namsan

Hari pertama di Seoul, belum sampai setengah hari. Dan sore   itu kami bergegas menuju Namsan Tower. Tak pernah terpikirkan bahwa Korea Selatan menjadi negara kesekian yang berhasil aku kunjungi. Cuaca begitu dinginnya dan ini merupakan pengalaman pertamaku merasakan kejamnya musim dingin di negara yang terkenal dengan industri K-Pop nya ini. Menikmati Namsan juga bukan perkara mudah, kita diharuskan menggunakan kereta gantung menuju menara utama. Tidak untuk yang takut ketinggian, karena kereta gantung di Namsan bisa terbilang cukup tinggi. Bagaimana tidak menara utamanya terletak di atas perbukitan. Kami sampai di ujung bukit, tepat saat senja. Sungguh landscape yang cukup cantik. Sore itu cuaca sungguh dingin buatku, tapi di sisi lain langit begitu cantiknya. Banyak sekali orang disini, sebagian besar berpasangan. Melihat mereka sungguh membuatku haru. Ada banyak bahagia yang bisa kita lihat di wajah mereka, itulah mengapa gembok-gembok cinta dibuat disini. Aku tertegun